Selasa, 03 Mei 2016

Kiat Mengatasi Konflik Dalam Rumah Tangga

Begitu dilanda konflik, beberapa point berikut mungkin bisa berguna,
Tahan amarah
Sebel, kecewa, dan marah, adalah contoh bentuk-bentuk penyaluran emosi. Marah tidaklah dilarang, apalagi kalau dikarenakan alasan yang tepat, di tempat yang tepat, pada waktu/moment yang tepat, kepada orang yang tepat, dan dengan kadar yang proporsional.
Emosi itu memang harus disalurkan, namun terkadang, ada beberapa cara-cara lain yang lebih baik ketimbang menyalurkannya lewat kemarahan.
Seorang sahabat berkata kepada Nabi Saw, "Ya Rasulullah, berpesanlah kepadaku." Nabi Saw berpesan, "Jangan suka marah (emosi)." Sahabat itu bertanya berulang-ulang dan Nabi Saw tetap berulang kali berpesan, "Jangan suka marah." (HR. Bukhari)
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi amarah yaitu berpindah tempat (misal dari duduk kepada berdiri), mengambil air wudhu, dan membaca ta’awudz (audzubillahiminassyaitannirrajim).
Menahan amarah ini tidaklah mudah, karenanya Rasulullah SAW berkata,
“Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah.” (Muttafaq Alaihi.)
Kedua, jika emosi, tahan diri dari mengambil keputusan yang bisa jadi akan disesali
Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam. (HR. Ahmad)
Kita tentu tidak ingin menyesali suatu keputusan yang dihasilkan dalam kondisi yang penuh emosi, karena pada saat ini, akal pikiran kita tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan dalil itu pula, ada beberapa ulama yang menyatakan tidak sah talak seorang suami dalam keadaan marah.
Tenangkan diri terlebih dahulu, jernihkan pikiran, dinginkan kepala, agar keputusan yang diambil tidak menjadi sesalan di kemudian hari.
Ketiga, koreksi diri
Jangan mudah menyalahkan pihak lain, coba koreksi diri juga, bisa jadi, konflik yang terjadi diakibatkan oleh peran serta kita di dalamnya.
Keempat, berikan nasehat yang baik
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-'Asyr: 1-3)
Surat di atas berbicara tentang hubungan interaksi dengan semua muslim, termasuk juga untuk pasangan kita.
Jika ada kelalaian/kekhilafan/kesalahan, akan lebih indah kalau teguran yang keluar berupa nasehat yang baik, dengan kata-kata yang baik, dan dengan cara-cara yang baik.
Bagaimana mungkin kita akan berkata dengan kata-kata yang tidak baik kepada pasangan kita sendiri, sedang kepada orang-orang non muslim dan para penentang Tuhan saja, Allah SWT telah memerintahkan kita agar berkata dengan cara yang baik?
Kelima, jika harus mempergunakan kekerasan
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. (QS. An-Nisaa': 34)
Pada taraf konfik yang berat, dan sulit untuk diselesaikan, terkadang konflik bisa diselesaikan dengan ketegasan.
Ada tahapan-tahapan yang harus dijalankan, nasihati terlebih dahulu, setelah tidak bisa, lakukan pisah ranjang (namun masih di dalam satu rumah yang sama), jika masih tidak memungkinkan, pukullah, dengan pukulan yang tidak meninggalkan bekas dan tidak di wajah. Tahapan-tahapan ini tidak boleh dilakukan dengan meloncati tahapan sebelumnya.
Namun dari berbagai sirah/sejarah Nabi yang saya baca, sepertinya saya tidak pernah menemukan contoh ini. Ini berarti memang solusi seperti ini, hanya untuk hal yang sangat kasuistik.
Satu-satunya contoh hukuman dengan kekerasan yang pernah saya baca dari Nabi yaitu ketika Nabi Ayub AS harus melaksanakan sumpahnya untuk memukul istrinya 100 kali, namun itu juga dengan mempergunakan rumput, yang pastinya tidak akan seberapa sakit.
Dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput), maka pukullah dengan itu dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya). (QS. Shaad:44)
Keenam, pihak ketiga
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. An-Nisaa': 35)
Jika memang dirasa perlu, libatkan pihak ketiga yang bisa menjadi mediator, fasilitator, bisa berupa pihak keluarga, maupun dari pihak profesional seperti konselor pernikahan.
Ketujuh, jangan libatkan anak dalam pertikaian
Jangan membuat blok dalam rumah tangga, dengan mencari pendukung atau sekutu dalam pertikaian yang terjadi antar pasangan.
Seorang anak bisa jadi sudah mengalami kebingungan sendiri dengan konflik yang dialami orangtuanya, cukuplah sampai disitu saja beban yang dialaminya.
Kedelapan, bertaubat dan jadilah pemaaf
Tidak ada manusia yang sempurna, pasti ada kesalahan atau kelalaian yang mungkin saja terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar