Menurut istilah, makna khitbah atau lamaran adalah sebuah permintaan atau pernyataan dari laki-laki kepada pihak perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun dengan perantara pihak lain yang dipercayai sesuai dengan ketentuan agama. Intinya mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab “ya” atau “tidak”. Bila telah dijawab “ya”, maka jadilah wanita tersebut sebagai 'makhthubah', atau wanita yang telah resmi dilamar.Secara hukum dia tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat atau hal-hal yang sejenisnya.
Sebelum melakukan pelamaran, seorang lelaki hendaknya memperhatikan beberapa perkara berikut sebelum menentukan wanita mana yang hendak dia lamar. Hal ini selain berguna untuk melancarkan proses pelamaran nantinya, juga bisa mencegah terjadinya perkara-perkara yang tidak diinginkan antara kedua belah pihak.
Berikut penyebutan perkara-perkara tersebut:
Ini bukan kewajiban, tapi disarankan agar tidak terjadi fitnah atau kasus di kemudian hari.
Melihat yang dimaksudkan disini adalah melihat diri wanita yang ingin dinikahi dengan tetap berpanutan pada aturan syar’i. ”Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan. Lalu rasulullah Saw. Bersabda, ”Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu. (HR. Ibnu Majah: dishohihkan oleh Ibnu Hibban, dan beberap hadits sejenis juga ada misalnya diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Imam Nasai.)
Dari Abu Hurairah, Ia berkata,”Rasululloh SAW bersabda,”Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya” (HR. Ibnu Majah).
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Dari Uqbah bin 'Amir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min itu adalah saudaranya orang mu'min, maka tidak halallah kalau ia menjual atas jualan saudaranya itu dan jangan pula melamar atas lamaran saudaranya, sehingga saudaranya ini meninggalkan lamarannya -misalnya mengurungkan atau memberinya izin-." (Riwayat Muslim).
Sebagian ulama membolehkan seseorang melamar wanita yang telah dilamar jika pelamar pertama adalah orang fasik atau ahli bid’ah,wallahu A’lam.
Oleh karenanya, ada baiknya pihak laki-laki mencari dan mengumpulkan informasi mengenai hal ini. Jika sang calon ternyata sedang pacaran dengan laki-laki lain, bagaimana? pacaran BUKAN lamaran, tidak ada keterikatan secara hukum (agama), maka sah-sah saja jika ada laki-laki lain yang melamar. Malah lebih baik sang perempuan memprioritaskan dan menyetujui lamaran laki-laki lain, daripada pacaran sekian lama tapi tidak jelas arahnya. Tentu saja, sang perempuan juga mesti mengumpulkan informasi mengenai laki-laki yang melamarnya.
Sang perempuan mempunyai hak untuk memilih (menyetujui/menolak) laki-laki yang melamarnya. Hendaknya pada saat melamar, sang perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya. Dengan demikian, tidak terjadi pemaksaan dalam proses lamaran.
Mari simak hadits berikut Rasulullah SAW bersabda, “Janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya. Sedangkan gadis dimintai izin tentang urusan dirinya. Izinnya adalah diamnya. “(Mutaffaqun alaih).
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam. (Shahih Muslim)
Yang dimaksud masa iddah adalah waktu yang dimiliki seorang perempuan yang ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya. Sedangkan yang dilarang melamar di sini adalah melamar secara terus terang. Sementara jika memberi ‘isyarat’, diperbolehkan.
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah (2):235)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar