Senin, 29 Juni 2015

Arti Keluarga

Pengertian Keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan. 

Menurut beberapa ahli tentang arti keluarga :
  • Duvall dan Logan ( 1986 ) : Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
  • Bailon dan Maglaya ( 1978 ) : Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
  • Departemen Kesehatan RI ( 1988 ) : Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
  • Narwoko dan Suyanto, (2004) : Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu”
Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu. 
  • Pengertian keluarga secara struktural: Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).
  • Pengertian keluarga secara fungsional: Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga, Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, juga pemenuhan peran-peran tertentu.
  • Pengertian keluarga secara transaksional: Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.




Referensi:
•    Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group

Sabtu, 27 Juni 2015

Seserahan Adat Jawa

Upacara pernikahan adat jawa mengenal banyak sekali rangkaian acara yang harus disiapkan. Salah satunya adalah seserahan untuk pengantin putri. Seserahan memiliki makna bahwa sang pria bertanggung jawab penuh untuk memberikan nafkah lahir kepada sang istri. Biasanya pihak keluarga pria akan memberikan seserahan pada malam hari menjelang akad nikah atau lebih dikenal pada waktu malam midodareni.

Berikut ini adalah seserahan yang harus dibawa oleh pengantin pria kepada pengantin wanita :
  • Seperangkat alat sholat adalah seserahan wajib bagi calon pengantin muslim.
  • Cincin nikah biasanya diberikan satu set.
  • Perhiasan yang lain selain cincin apabila calon pengantin pria memiliki kemampuan lebih.
  • Seperangkat busana wanita
  • Buah-buahan
  • Makanan tradisional
  • Peralatan rias atau makeup
  • Sepatu sedal selop






Jumat, 26 Juni 2015

Bulan Baik Untuk Menikah Menurut Islam

Dalam agama Islam pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah untuk menyempurnakan agama. Menikah adalah sunnah Nabi Muhammad SAW kepada umatnya yang sudah mampu. Dan dalam melaksanakannya Nabi Muhammad SAW tidak memilih bulan tertentu untuk melaksanakan pernikahannya karena semua bulan baik untuk menikah, itu dibuktikan Nabi Muhammad SAW dengan menikah di bulan syawal yang dianggap bulan sial untuk menikah menurut kaum jahiliyah. Karena itu apabila sudah memiliki niat untuk menikah janganlah menundanya dengan alasan mencari bulan yang baik karena menurut agama Islam semua bulan baik untuk menikah asalkan dengan niat baik dan semata-mata hanya karena Allah SWT. Insyallah kelak pernikahannya akan menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.
 
Semoga bermanfaat bagi pasangan yang akan menikah. Aamiin.





Kamis, 25 Juni 2015

Amalan Di Bulan Ramadhan

Dalam menjalankan ibadah puasa biasanya akan dibarengi dengan amalan ibadah sunnah sehingga pada akhir bulan kita dapat merasakan hari kemenangan Idul Fitri dengan sukacita. Amalan sunnah tersebut adalah sebagai berikut :

Membaca Al qur'an pada bulan ramadhan pahalanya akan dilipatgandakan. Bahkan tidak hanya mendengar atau membaca meskipun masih terbata bata  membaca Al -Qur'an kita akan mendapatkan pahala diluar maupun di dalam bulan ramadhan.

Bersedekah di bulan ramadhan juga akan menyempurnakan ibadah puasa kita yang diriwayatkan hadis berikut :

Rasullah ditanya: “sedekah manakah yang paling utama? beliau menjawab: Sedekah di Bulan Ramadhan.” (H.R. Turmudzi).


Karena itu marilah kita perbanyak sedekah di bulan ramadhan, apalagi dibulan ramdhan Allah SWT akan melipatgandakan pahala bagi kita.


Ibadah shalat terawih juga merupakan ibadah sunnah yang akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda meskipun shlat terawih bukan termasuk ibadah wajib tapi sunnah muakad .

Shalat tarawih ini juga dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad saw:


“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan puasa Ramadhan dan aku telah mensunatkan qiyamnya (shalat di malam harinya). karena itu, barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan dan shalat dimalah harinya karena iman dan mengharap pahala serta ridha Allah, maka keluarlah dosanya sebagaimana pada hari dia dilahirkan oleh ibunya” (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi).

Kemudian sholat witir yang merupakan bagian dari kelengkapan sholat terawih sebagai penyempurna. 

Ali r.a. berkata, bahwasannya Nabi saw. pernah bersabda: “barang siapa tidak mengerjalan (shalat) witir, maka bukan dari golonganku.” (H.R. Ahmad).


Selanjutnya adalah itikaf yaitu berdiam diri di masjid dengan niat itikaf ibadah ini biasanya dilakukan pada 10 hari terakhir ramadhan dan malam malam ganjil yang terdapat lailatul qadar.


Semoga Allah SWT melimpahkan Rahmat-Nya dan Ampunan-Nya kepada kita. Aamiin.








Rabu, 24 Juni 2015

Zakat Pada Perhiasan Emas Dan Perak

Perhiasan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: 
2 perhiasan selain emas dan perak.
Para ulama berselisih pendapat mengenai apakah ada zakat pada perhiasan emas dan perak. Ada dua pendapat dalam masalah ini. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat tidak ada zakat dalam perhiasan emas. Di antara dalil yang digunakan adalah,

لَيْسَ فِى الْحُلِىِّ زَكَاةٌ

Tidak ada zakat dalam perhiasan.” Namun hadits ini adalah hadits yang batil jika disandarkan pada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang tepat, hadits ini hanyalah hadits mauquf, yaitu perkataan sahabat Jabir. Dan Ibnu ‘Umar juga memiliki perkataan yang sama, yaitu tidak ada zakat pada perhiasan.
Sedangkan ulama lainnya berpendapat bahwa emas dan perak wajib dizakati ketika telah mencapai haul dan nishob, baik berupa perhiasan yang dikenakan, yang sekedar disimpan atau sebagai barang dagangan.
Dalil-dalil yang mendukung adanya zakat dalam perhiasan adalah sebagai berikut:
1. Dalil umum.
Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ  يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُون

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari di panaskan emas perak itu dalam neraka jahannam , lalu di bakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (QS. At Taubah: 34-35).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلاَ فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كَانَ يَوْمَ القِيَامَةِ صُفِحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ، فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ، فَيُكْوَى بِهَا جَبْهَتُهُ وَجَنْبُهُ وَظَهْرُهُ، كُلَّمَا بَرُدَتْ أُعِيْدَتْ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَان مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ، فَيَرَى سَبِيْلَهُ إِمَّا إِلَى الجَنَّةِ، وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke neraka.”
2. Dalil khusus.
Dari Amr bin Syu’aib dari bapak dari kakeknya, ia berkata,

أَنَّ امْرَأَةً أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهَا ابْنَةٌ لَهَا وَفِي يَدِ ابْنَتِهَا مَسَكَتَانِ غَلِيظَتَانِ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَهَا أَتُعْطِينَ زَكَاةَ هَذَا قَالَتْ لَا قَالَ أَيَسُرُّكِ أَنْ يُسَوِّرَكِ اللَّهُ بِهِمَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَارَيْنِ مِنْ نَارٍ قَالَ فَخَلَعَتْهُمَا فَأَلْقَتْهُمَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَتْ هُمَا لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ

“Ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah bersama anak wanitanya yang di tangannya terdapat dua gelang besar yang terbuat dari emas. Maka Rasulullah bertanya kepadanya, “Apakah engkau sudah mengeluarkan zakat ini ?” Dia menjawab, “Belum.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Apakah engkau senang kalau nantinya Allah akan memakaikan kepadamu pada hari kiamat dengan dua gelang dari api neraka.” Wanita itu pun melepas keduanya dan memberikannya kepada Rasulullah seraya berkata, “Keduanya untuk Allah dan Rasul Nya.”
Dari Abdullah bin Syadad bin Hadi, ia berkata,

دَخَلْنَا عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَأَى فِي يَدَيَّ فَتَخَاتٍ مِنْ وَرِقٍ فَقَالَ مَا هَذَا يَا عَائِشَةُ فَقُلْتُ صَنَعْتُهُنَّ أَتَزَيَّنُ لَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَتُؤَدِّينَ زَكَاتَهُنَّ قُلْتُ لَا أَوْ مَا شَاءَ اللَّهُ قَالَ هُوَ حَسْبُكِ مِنَ النَّارِ

“Kami masuk menemui Aisyah, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata,  “Rasulullah masuk menemuiku lalu beliau melihat di tanganku beberapa cincin dari perak, lalu beliau bertanya, “Apakah ini wahai Aisyah?” Aku pun menjawab, “Saya memakainya demi berhias untukmu wahai Rasulullah.” Lalu beliau bertanya lagi, “Apakah sudah engkau keluarkan zakatnya?” “Belum”, jawabku. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Cukuplah itu untuk memasukkanmu dalam api neraka.”
Dari Asma’ binti Yazid, ia berkata,

دَخَلْتُ أَنَا وَخَالَتِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ فَقَالَ لَنَا أَتُعْطِيَانِ زَكَاتَهُ قَالَتْ فَقُلْنَا لَا قَالَ أَمَا تَخَافَانِ أَنْ يُسَوِّرَكُمَا اللَّهُ أَسْوِرَةً مِنْ نَارٍ أَدِّيَا زَكَاتَهُ

“Saya masuk bersama bibiku menemui Rasulullah dan saat itu bibiku memakai beberapa gelang dari emas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepada kami, “Apakah kalian sudah mengeluarkan zakat ini?” Kami jawab, “Tidak.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidakkah kalian takut kalau nantinya Allah akan memakaikan kepada kalian gelang dari api neraka. Oleh karenanya, keluarkanlah zakatnya.”
Dan beberapa atsar dari sahabat yang mendukung hal ini seperti atsar dari Ibnu Mas’ud, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash dan ‘Aisyah.
Pendapat yang terkuat adalah tetap adanya zakat pada perhiasan. Inilah pendapat yang lebih hati-hati dan terlepas dari perselisihan yang kuat dalam hal ini. Juga ada dalil umum dan khusus yang mendukung hal ini. Adapun berbagai dalil yang dikemukakan oleh ulama yang tidak mewajibkan boleh jadi dari hadits yang lemah atau hanya perkataan sahabat. Padahal perkataan sahabat tidak bisa jadi hujjah (dalil pendukung) ketika bertentangan dengan Al Qur’an dan hadits yang shahih.
Sama halnya dengan zakat emas dan perak, zakat perhiasan ini dikeluarkan setiap tahunnya saat haul(mencapai 1 tahun hijriyah) dan selama masih mencapai nishob. Dan besarannya adalah 2,5% atau 1/40.
Adapun perhiasan selain emas dan perak seperti batu safir dan mutiara, tidak ada zakat  berdasarkan kesepakatan para ulama karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal ini. Dikecualikan jika perhiasan tadi dimaksudkan untuk diperdagangkan, maka akan terkena zakat jika telah memenuhi haul dan nishob sebagaimana akan diterangkan dalam zakat barang dagangan.
Jika pada cincin, emas atau perak bercampur dengan perhiasan jenis lain seperti mutiara, kalau bisa dipisah tanpa merusak cincin tersebut, maka yang kena zakat adalah perhiasan emas. Namun jika tidak bisa dipisah kecuali dengan merusak cincin tersebut, maka diperkirakan saja berapa kadarnya dan dikeluarkan zakat dari emas tersebut.

Selasa, 23 Juni 2015

Perhiasan Yang Diperbolehkan Dalam Islam Untuk Muslimah

Dalam Islam telah diatur tentang perhiasan yang boleh dikenakan oleh wanita dan yang dikenakan oleh pria dan sebaik-baiknya perhiasan dunia adalah wanita shalihah.
Perhiasan yang dibuat oleh manusia sudah banyak dan beraneka ragam dan dari berbagai macam perhiasan tersebut sebaiknya kita mengetahui mana yang boleh digunakan dan yang mana tidak boleh digunakan karena terdapat batasan-batasan dalam syariat Islam.Wajib bagi setiap seorang muslimah untuk mengetahuinya karena itu adalah salah satu bukti bahwa kita adalah seorang hamba yang taat kepada Allah SWT dan hanya mengharap Ridho-Nya sehingga mendapat keselamatan dunia dan akhirat.

Perhiasan apa sajakah yang diperbolehkan ?

Perhiasan perak dan emas. Wanita diperbolehkan memakai perhiasan dari bahan perak dan emas baik berupa cincin, gelang, anting, kalung sebagaimana hadist berikut ini :


 “Nabi SAW shalat Ied dua rakaat dan tidak melaksanakan shalat sunnah sebelum dan sesudahnya. Kemudian beliau mendatangi para wanita dengan ditemani Bilal. Maka beliau memerintahkan mereka untuk bersedekah. Mendengar anjuran tersebut, mulailah wanita yang hadir melemparkan anting-antingnya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 5883 dan Muslim no. 884).
Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa perhiasan emas dan perak boleh dipakai wanita dengan kesepakatan ulama. (Majmu’ Fatawa, 25/64)

Selain itu wanita juga diperbolehkan memakai pakaian dari bahan sutera, memakai celak mata dan memakai minyak wangi untuk suaminya, sebagaimana hadist berikut ini :

“Minyak wangi laki-laki adalah yang tercium jelas baunya dan tidak tampak (samar) warnanya. Sedangkan minyak wangi wanita adalah yang tampak warnanya dan tersembunyi baunya.” (HR. Al-Bazzar dalam Kasyful Astar, 3/376, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami`ush Shahih, 4/308).








Senin, 22 Juni 2015

Mutiara

Mutiara adalah suatu benda keras yang diproduksi oleh kerang (kerang mutiara), Mutiara terdiri dari kalsium karbonat yang telah di simpan dalam lapisan-lapisan konsentris, mutiara telah menjadi batu permata satu dari perhiasan yang termahal. Bahkan hingga hari ini mutiara masih memiliki nilai jual tinggi sebagai perhiasan murni dari alam yang sangat sulit didapatkan yang membuatnya berharga sebagai perhiasan.
Bentuk ideal mutiara seharusnya bundar sempurna. Namun demikian, bentuk mutiara yang tidak bundar sempurna dapat mengurangi nilai jual mutiara tersebut dan pada beberapa kasus, bentuk yang tidak sempurna itu justru memberikan sentuhan unik dalam pembentukan perhiasan. Kebanyakan bentuknya adalah oval, seperti air mata atau seperti bentuk kancing. Faktor lain yang mempengaruhi nilai sebuah mutiara adalah warnanya, permukaannya dan kilauannya. Idealnya, mutiara yang sempurna akan berwarna putih keperakan, dapat memantulkan cahaya dan permukaannya tidak memiliki kecacatan. Meski begitu, warna adalah pilihan kesukaan masing-masing orang, dan mutiara datang dengan variasi warna baik pada mutiara yang alami maupun yang diproses sintetis.
Hal-hal yang harus diperhatikan ntuk membedakan mutiara asli dengan yang palsu:
1. Mutiara asli memiliki sinar dari dalam dan pemukaan yang alami yang membuat mutiara itu terlihat bening, sedangkan mutiara yang palsu memiliki permukaan yang merata dan bisa di lihat permukaannya seperti semprotan pewarna. Yang lebih penting lagi, mutiara asli itu tidak mudah tergores karena terbuat dari kalsium sedangkan yang palsu sangatlah mudah.
2. Anda bisa menguji keaslian mutiara dengan cara meletakan nya di antara dua gigi anda (di gigit), apabila terasa kesat (tidak merata) seperti pasir maka itu mutiara asli. Sedangkan apabila terasa licin(merata) berarti itu bukan mutiara.
3. Anda juga bisa mengujinya dengan menggunakan aseton (pembersih kuku) dengan cara meneteskannya ke permukaan mutiara, jika mutiara tersebut setelah diteteskan semakin bersih, maka itu mutiara asli dan sebaliknya jika setelah diteteskan mutiara itu menjadi buram atau luntur maka itu bukan mutiara. dan juga mutiara itu keasliannya bisa di lihat dari harga dan beratnya.






Minggu, 21 Juni 2015

Yang Bisa Dijadikan Mas Kawin

Mas kawin tidak mesti berupa uang atau harta benda, akan tetapi boleh juga hal-hal lainnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini hal-hal yang dapat dijadikan mas kawin atau mahar:

1. Semua benda atau alat tukar (uang) yang dapat dijadikan harga dalam jual beli seperti uang atau benda-benda lainnya yang biasa diperjualbelikan dengan syarat benda atau uang tersebut, halal, suci, berkembang, dapat dimanfaatkan dan dapat diserahkan.
Oleh karena itu, harta hasil curian, tidak dapat dijadikan mas kawin karena ia barang haram bukan halal. Demikian juga, peternakan babi tidak dapat dijadikan mas kawin karena bendanya tidak suci. Piutang yang belum jelas kembalinya, juga tidak dapat dijadikan mas kawin lantaran tidak dapat diserahkan. Point pertama ini didasarkan kepada ayat berikut ini:

                                                                                        ْﻢُﻜِﻟاَﻮْﻣَﺄِﺑ اﻮُﻐَﺘْﺒَﺗ ْنَأ ْﻢُﻜِﻟَذ َءاَرَو ﺎَﻣ ْﻢُﻜَﻟ ﱠﻞِﺣُأَو

Artinya: "Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu…" (QS. An-Nisa: 24).
Kata amwal dalam ayat di atas dipahami oleh para ulama sebagai mas kawin, mahar.


Menurut Madzhab Syafi'i dan Hanbali, pekerjaan yang dapat diupahkan, boleh juga dijadikan mahar. Misalnya, mengajari membaca al-Qur'an, mengajari ilmu agama, bekerja dipabriknya, menggembalkan ternaknya, membantu membersihkan rumah, ladang atau yang lainnya. Misalnya, seorang laki-laki berkata: "Saya terima pernikahan saya dengan putri bapak yang bernama Siti Maimunah dengan mas kawin akan mengajarkan membaca al-Qur'an kepadanya selama dua tahun, atau dengan mas kawin mengurus ladang dan ternaknya selama dua bulan". Akan tetapi menurut Abu Hanifah dan Imam Malik, mahar dengan pekerjaan yang dapat diupahkan hukumnya makruh (dibenci).
Penulis lebih condong untuk mengambil pendapat madzhab Syafi'i yang membolehkan kerja sebagai mas kawin. Hal ini sebagaimana telah terjadi ketika Nabi Musa menikahi salah seorang gadis laki-laki tua (dalam satu riwayat dikatakan laki-laki tua itu adalah Nabi Syuaib), dengan mas kawin bekerja untuk laki-laki tua itu (calon mertuanya) selama delapan tahun sebagaimana difirmankan oleh Allah swt dalam surat al-Qashash ayat 27:


ﺖْﻤَﻤْﺗَأ ْنِﺈ َﻓ ٍﺞ َﺠِﺣ َﻲِﻥﺎ َﻤَﺛ ﻲِﻥَﺮُﺟْﺄَﺗ ْنَأ ﻰ َﻠَﻋ ِﻦْﻴَﺗﺎ َه ﱠﻲَﺘَﻨْﺑا ىَﺪْﺣِإ َﻚ َﺤِﻜْﻥُأ ْنَأ ُﺪ ﻳِرُأ ﻲﱢﻥِإ َلﺎَﻗ ْﻨِﻋ ْﻦِﻤَﻓ اًﺮْﺸَﻋ َكِﺪ

Artinya: "Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah suatu kebaikan) dari kamu" (QS. Al-Qashash:27).



Menurut Imam Syafi'i, Imam Ahmad dan Imam Daud ad-Dhahiry, bahwa membebaskan budak dapat dijadikan sebagai mas kawin. Maksudnya, apabila seseorang hendak menikahi seorang wainta yang masih menjadi budak belian, kemudian ia membebaskannya dan menjadikan pembebasannya itu sebagai mas kawinnya, maka boleh-boleh saja. Sedangkan menurut sebagian ulama lain, membebaskan budak tidak boleh dijadikan sebagai mas kawin.
Dalil kelompok yang membolehkan adalah dalam sebuah hadits dikatakan bahwa
Rasulullah saw menikahi Shafiyyah dengan maskawin membebaskannya dari budak belian menjadi seorang yang merdeka dan dalam hadits tersebut tidak ada keterangan bahwa hal itu khusus untuk Rasulullah saw. Karena tidak ada keterangan kekhususan itulah, maka ia berarti berlaku dan diperbolehkan juga untuk seluruh ummatnya termasuk kita. Hadits dari HR. Bukhari Muslim yang memiliki arti sebagai berikut :


 "Dari Anas, bahwasannya Rasulullah saw membebaskan Shafiyyah dan menjadikan pembebasannya itu sebagai mas kawinnya" (HR. Bukhari Muslim).
Sedangkan bagi yang menolak mengatakan bahwa hadits di atas adalah khusus untuk Rasulullah saw saja. Artinya, mas kawin dengan membebaskan budak itu hanya diperbolehkan untuk Rasulullah saw saja dan tidak yang lainnya. Namun demikian, penulis lebih condong untuk mengambil pendapat yang membolehkan karena sebagaimana telah dijelaskan di atas, tidak ada keterangan dan dalil lain yang mengatakan bahwa hal itu khusus untuk Rasulullah saja. Karena tidak ada keterangan yang mengkhususkan itulah, hukum yang dikandung dalam hadits di atas berlaku umum termasuk juga untuk ummatnya.


Bolehkah seorang laki-laki masuk Islam lalu masuk Islamnya itu dijadikan sebagai mas kawin? Para ulama berbeda pendapat. Bagi Jumhur ulama, masuk Islamnya seseorang boleh dijadikan mas kawin. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits dari HR. Nasa 'i yang memiliki arti berikut ini:


 Anas berkata: "Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim dengan mas kawinnya adalah masuk Islam (masuk Islamnya Abu Thalhah). Ummu Sulaim masuk Islam sebelum Abu Thalhah. Kemudian Abu Thalhah meminangnya. Ketika meminangnya, Ummu Sulaim berkata: "Saya sudah masuk Islam, jika kamu masuk Islam juga, maka saya siap menikah dengan kamu". Abu Thalhah akhirnya masuk Islam dan masuk Islamnya itu dijadikan sebagai mas kawin keduanya" (HR. Nasa'i).
Sedangkan ulama yang mentidakbolehkan masuk Islamnya seseorang dijadikan mas kawin adalah Ibnu Hazm. Ibnu Hazm memberikan catatan penting untuk hadits di atas dengan mengatakan:

Pertama, kejadian dalam hadits di atas terjadi beberapa saat sebelum hijrah ke Madinah, karena Abu Thalhah termasuk sahabat Rasulullah saw dari golongan Anshar yang masuk Islam paling awal. Dan pada saat itu, belum ada kewajiban mahar bagi wanita yang hendak dinikahi.

Kedua, dalam hadits di atas juga tidak disebutkan bahwa kejadian itu diketahui oleh
Rasulullah saw. Karena tidak diketahui oleh Rasulullah saw, maka posisinya tidak mempunyai ketetapan hokum, karena Rasulullah saw tidak mengiyakannya juga tidak melarangnya. Karena tidak ada kepastian hokum itulah, maka ia harus dikembalikan kepada asalnya, bahwa ia tidak bias dijadikan sebagai mas kawin.

Sabtu, 20 Juni 2015

Mahar

 Pengertian mahar menurut bahasa arab adalah mas kawin. Secara terminologi artinya pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi sang istri kepada calon suami. Mahar juga dikenal dengan istilah yang indah yaitu shidaq yang berarti kebenaran. Jadi makna mahar lebih dekat kepada syariat Islam dalam rangka menjaga kemuliaan peristiwa suci.  Salah bukti bahwa Islam menghargai wanita yaitu dengan memberinya hak untuk memegang urusannya.
Hukum memberikan mahar adalah wajib. Islam menyerahkan jumlah mahar berdasarkan kemampuan masing-masing orang atau tradisi dan keadaan keluarganya. Islam tidak suka dengan mahar yang berlebihan bahkan sebaliknya mahar yang lebih murah akan memberi barokah bagi pasangan suami istri dan mahar murah menunjukkan kemurahan hati si perempuan.
Pemberian mahar dapat diberikan secara tunai atau berhutang tergantung dari adat masyarakat atau kebiasaan yang berlaku.







Kamis, 18 Juni 2015

Menikah Di Bulan Ramadhan

Menikah di Bulan Ramadhan, bukan kah itu juga bentuk ibadah dari kesekian ibadah yang ada?. Dan Allah menjanjikan pahala yang berlipat – lipat bagi setiap ibadah yang dilakukan di Bulan Ramadhan. Semua amal ibadah akan dilipat-gandakan menjadi sepuluh hingga 700 kali-lipat, 
Di antara pahala suatu amalan bisa berlipat-lipat karena amalan tersebut dilaksanakan di waktu yang mulia yaitu seperti pada bulan Ramadhan. Begitu amalan bisa berlipat pahalanya jika dilaksanakan di tempat yang mulia (seperti di Makkah dan Madinah) atau bisa pula berlipat pahalanya karena dilihat dari keikhlasan dan ketakwaan orang yang mengamalkannya.
“Wajib mendekatkan diri pada Allah dengan melakukan hal-hal wajib sebelum yang sunnah. Mendekatkan diri pada Allah dengan perkara yang sunnah bisalah dianggap sebagai ibadah jika yang wajib dilakukan.” (Al – Hadits)
Dalam masalah muamalah, kaidah yang berlaku adalah semua dibolehkan, selama itu bermanfaat dan tidak ada larangan dalam syariat. Termasuk diantaranya penentuan tanggal pernikahan atau tanggal hajatan lainnya. Kami tidak menjumpai adanya satupun dalil yang melarang pernikahan di bulan Ramadhan.
Dan inilah yang menjadi landasan Fatwa Lajnah Daimah ketika ditanya mengenai hukum menikah di bulan Ramadhan. Jawaban Lajnah,
                               لا يكره الزواج في شهر رمضان؛ لعدم ورود ما يدل على ذلك

Tidak dimakruhkan menikah di bulan Ramadhan, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal itu.
Fatwa Lajnah Daimah, no. 8901.
Hanya saja, ada dua catatan yang perlu diperhatikan bagi mereka yang menikah di bulan Ramadhan,
Pertama, tidak boleh diyakini bahwa menikah di bulan Ramadhan memiliki nilai keutamaan khusus dibandingkan bulan lainnya, kecuali jika di sana ada dalil yang menyebutkan keutamaan khusus menikah di bulan Ramadhan.
Kedua, pasangan suami istri yang menikah di bulan Ramadhan harus bisa memastikan bahwa mereka tidak akan membatalkan puasa melalui jalur syahwat, dalam bentuk hubungan badan atau mengeluarkan mani dengan melakukan mukadimah jima’. Karena mengeluarkan mani dengan sengaja, termasuk pembatal puasa.

Rabu, 17 Juni 2015

Mitos dan Fakta Cincin Pernikahan


Kali ini kita akan membahas tentang mitos dan fakta cincin pernikahan. Berikut ini mitos dan faktanya :
  • Harus berbentuk lingkarang karena lingkaran merupakan lambang ketiadaan, perkawinan ‘pasti’ dapat jalan prima dan abadi. Harus digunakan di jari manis tangan kiri. Bangsa yunani kuno yakin, pembuluh nadi ( vena amoris ) mengalir dari ujung jari manis tangan kiri menuju jantung ( hati ). Dengan logika, dikarenakan tangan kiri lebih jarang dipakai di banding tangan kanan, cincin yang digunakan di tangan kiri lebih kecil kemungkinannya rusak.
  • Harus polos hiasan apapun, walau tampak mewah, kelak dapat mengakibatkan masalah hingga perkawinan dapat jalan kurang mulus. 
  • Cincin harus pas di jari tangan jika sempit  tandanya bahwa kelak perkawinan dipenuhi kecemburuan atau situasi tidak nyaman. Namun cincin yang terlampau besar yaitu tandanya ikatan perkawinan  yang kendur, hingga rawan perceraian.
Perkawinan abadi hanya dapat ditentukan oleh keteguhan pasangan pengantin yang berkaitan, untuk melindungi prinsip masing masing. Namun, keawetan cincin kawin amat bergantung pada langkah penyimpanan serta perawatan yang dikerjakan. Cincin yang sempit dapat mengganggu kelancaran aliran darah, namun cincin yang longgar dapat gampang lepas dari jari tangan.








Selasa, 16 Juni 2015

Khitbah Atau Lamaran

Menurut istilah, makna khitbah atau lamaran adalah sebuah permintaan atau pernyataan dari laki-laki kepada pihak perempuan untuk mengawininya, baik dilakukan oleh laki-laki secara langsung maupun dengan perantara pihak lain yang dipercayai sesuai dengan ketentuan agama. Intinya mengajak untuk berumah tangga. Khitbah itu sendiri masih harus dijawab “ya” atau “tidak”. Bila telah dijawab “ya”, maka jadilah wanita tersebut sebagai 'makhthubah', atau wanita yang telah resmi dilamar.Secara hukum dia tidak diperkenankan untuk menerima lamaran dari orang lain. Namun hubungan kedua calon itu sendiri tetap sebagai orang asing yang diharamkan berduaan, berkhalwat atau hal-hal yang sejenisnya.
Sebelum melakukan pelamaran, seorang lelaki hendaknya memperhatikan beberapa perkara berikut sebelum menentukan wanita mana yang hendak dia lamar. Hal ini selain berguna untuk melancarkan proses pelamaran nantinya, juga bisa mencegah terjadinya perkara-perkara yang tidak diinginkan antara kedua belah pihak.
Berikut penyebutan perkara-perkara tersebut:
Ini bukan kewajiban, tapi disarankan agar tidak terjadi fitnah atau kasus di kemudian hari.
Melihat yang dimaksudkan disini adalah melihat diri wanita yang ingin dinikahi dengan tetap berpanutan pada aturan syar’i. ”Dari Anas bin Malik, ia berkata,”Mughirah bin Syu’bah berkeinginan untuk menikahi seorang perempuan. Lalu rasulullah Saw. Bersabda, ”Pergilah untuk melihat perempuan itu karena dengan melihat itu akan memberikan jalan untuk dapat lebih membina kerukunan antara kamu berdua”. Lalu ia melihatnya, kemudian menikahi perempuan itu dan ia menceritakan kerukunannya dengan perempuan itu. (HR. Ibnu Majah: dishohihkan oleh Ibnu Hibban, dan beberap hadits sejenis juga ada misalnya diriwayatkan Oleh Tirmidzi dan Imam Nasai.)
Dari Abu Hurairah, Ia berkata,”Rasululloh SAW bersabda,”Seorang lelaki tidak boleh meminang perempuan yang telah dipinang saudaranya” (HR. Ibnu Majah).
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan lafadznya menurut Bukhari.
Dari Uqbah bin 'Amir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Orang mu'min itu adalah saudaranya orang mu'min, maka tidak halallah kalau ia menjual atas jualan saudaranya itu dan jangan pula melamar atas lamaran saudaranya, sehingga saudaranya ini meninggalkan lamarannya -misalnya mengurungkan atau memberinya izin-." (Riwayat Muslim).
Sebagian ulama membolehkan seseorang melamar wanita yang telah dilamar jika pelamar pertama adalah orang fasik atau ahli bid’ah,wallahu A’lam.
Oleh karenanya, ada baiknya pihak laki-laki mencari dan mengumpulkan informasi mengenai hal ini. Jika sang calon ternyata sedang pacaran dengan laki-laki lain, bagaimana? pacaran BUKAN lamaran, tidak ada keterikatan secara hukum (agama), maka sah-sah saja jika ada laki-laki lain yang melamar. Malah lebih baik sang perempuan memprioritaskan dan menyetujui lamaran laki-laki lain, daripada pacaran sekian lama tapi tidak jelas arahnya. Tentu saja, sang perempuan juga mesti mengumpulkan informasi mengenai laki-laki yang melamarnya.
Sang perempuan mempunyai hak untuk memilih (menyetujui/menolak) laki-laki yang melamarnya. Hendaknya pada saat melamar, sang perempuan ditanya dan ditunggu jawabannya. Dengan demikian, tidak terjadi pemaksaan dalam proses lamaran.
Mari simak hadits berikut Rasulullah SAW bersabda, “Janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya. Sedangkan gadis dimintai izin tentang urusan dirinya. Izinnya adalah diamnya. “(Mutaffaqun alaih).
Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Seorang wanita janda tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai pertimbangan dan seorang gadis perawan tidak boleh dinikahkan sebelum dimintai persetujuan. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana tanda setujunya? Rasulullah saw. menjawab: Bila ia diam. (Shahih Muslim)
Yang dimaksud masa iddah adalah waktu yang dimiliki seorang perempuan yang ditinggal mati atau dicerai oleh suaminya. Sedangkan yang dilarang melamar di sini adalah melamar secara terus terang. Sementara jika memberi ‘isyarat’, diperbolehkan.
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf. Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Al Baqarah (2):235)

Senin, 15 Juni 2015

Tips Menjadi Keluarga Bahagia

Menjadi keluarga yang bahagia merupakan impian setiap pasangan yang menikah. Agar hal tersebut dapat terwujud maka perlu dilakukan berbagai upaya yang harus dilakukan oleh setiap pasangan. Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan keluarga bahagia :
  • Komunikasi adalah faktor penting bagi setiap hubungan, terutama hubungan keluarga. Jadi, luangkan waktu setiap hari untuk saling bertukar cerita dengan anggota keluarga Anda. Saat makan malam adalah saat yang paling pas untuk melakukan hal ini. Jangan lupa, pada saat seperti ini gadget seperti handphone dan TV sebaiknya dimatikan agar tidak mengganggu interaksi Anda. Pada saat sulit, komunikasi juga yang akan membantu Anda dan keluarga menghadapinya bersama.
  • Melakukan aktivitas yang menyenangkan bersama-sama secara rutin akan membuat ikatan antara anggota keluarga semakin kuat. Misalnya, bersepeda bersama setiap Minggu pagi, makan malam di restoran favorit sebulan sekali, atau liburan bersama. Saat-saat menyenangkan ini akan jadi memori tak terlupakan hingga saat anak dewasa.Hal ini tidak mudah dilakukan, tapi penting bagi keluarga bahagia Anda. Saat menghabiskan waktu bersama keluarga, lupakan pekerjaan Anda sejenak. 
  • Hal ini akan membuat anak Anda merasa diprioritaskan, sehingga mereka akan merasa nyaman dan percaya diri. Sebaliknya, kalau Anda selalu sibuk dengan pekerjaan, mereka akan merasa bahwa mereka tidak seberharga pekerjaan Anda.
  • Anak yang sudah agak besar bisa Anda ajak untuk ikut mengambil keputusan keluarga bersama Anda dan pasangan Anda. Mulailah dengan keputusan sederhana, seperti menentukan tujuan liburan keluarga, restoran yang akan dikunjungi, jadwal membersihkan kamar, dll. Hal ini membuat setiap anggota keluarga menjadi bagian dari keluarga dan menciptakan sense of belonging yang memperkuat ikatan keluarga. Selain itu, anak yang membantu menentukan peraturan keluarga biasanya cenderung mengikuti peraturan tersebut dengan lebih baik, sehinga melatih sikap disiplin mereka.
  • Anak mempelajari banyak hal dari orang tuanya. Jadi, kalau Anda ingin mengajarkan sikap penuh kasih sayang pada anak Anda, tak ada cara yang lebih baik selain menunjukkan hal tersebut dalam interaksi Anda dengan pasangan Anda. Saat Anda dan pasangan berbeda pendapat, usahakan untuk tidak bertengkar di depan anak Anda. Dan kalau anak Anda melihat pertengkaran Anda dan pasangan Anda, jelaskan pada anak Anda bahwa perbedaan pendapat itu wajar dan pertengkaran Anda dan pasangan Anda tak akan berlangsung dalam jangka panjang.
  • Ingat: tak ada keluarga yang sempurna. Sebenarnya hal apapun yang Anda lakukan untuk keluarga Anda adalah untuk menumbuhkan sikap saling mendukung, menyayangi, dan menghargai antara anggota keluarga Anda. Hal itulah yang menjadi dasar dari keluarga bahagia Anda.

Sabtu, 13 Juni 2015

Arti Keluarga Sakinah, Mawadah, Warohmah

Sis jika kita menghadiri  sebuah acara pernikahan kita biasanya akan mengucapkan semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah.

Dalam pandangan Al-Qur’an, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan keluarga sakinahmawaddah warahmah antara suami dan istri bersama anak-anaknya.
Hal ini tercemin dalam Al-qur’an, Allah berfirman,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Ruum [30]: ayat 21)

Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan
Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya)
Wa artinya dan,Sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim (Perisai Muslim) Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. 

Peranan agama dalam membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah sangat penting, karena agama merupakan ketentuan-ketentuan Allah Swt yang membimbing dan mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah Swt berperan ketika pemeluk-Nya memahami dengan baik dan benar, menghayati, dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari agama yang dianutnya, yaitu Islam.