Tujuan menikah adalah menemukan ketenangan dan hubungan dengan pasangan menjadi tanda-tanda bahwa Allah SWT meminta kita untuk saling memberikan ketenangan. Bagaimana ciri pasangan suami istri yang mencintai karena Allah sementara banyak pasangan lain yang sulit menjaga keharmonisan?
Berikut ini ciri suami istri yang mencintai karena Allah, yang dapat menemukan ketenangan dan kebahagiaan dalam pernikahannya:
Suami istri menjadikan cinta dan ketaatan kepada Allah SWT sebagai dasar dan fokus hubungan dengan orang lain. Ini berarti suami istri saling mencintai hingga maut memisahkan dan kelak di akhirat, di mana mereka dapat hidup dalam kebahagiaan yang kekal. Keduanya saling mengingatkan tentang Allah SWT dan membantu diri lebih dekat kepada-Nya.
Ketika baru menikah, setiap hal yang dilakukan pasangan terasa begitu istimewa. Seiring berjalannya waktu, suami bekerja keras mencari nafkah yang kemudian menjadi “tugas”nya. Demikian pula istri, menu makanan yang disajikan awalnya selalu terasa nikmat, kemudian semua terasa menjadi “tugas”nya yang terasa hambar. Tidak ada kata-kata untuk berterima kasih dan saling mendukung dengan pekerjaan yang telah dilakukan, seperti dalam hadits:
“Dia yang tidak berterima kasih pada orang lain adalah yang tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud)
Allah SWT juga berfirman dalam Al-Qur’an:
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. 14:7)
Pasangan kita adalah nikmat besar dan berkah dari Allah SWT. Mereka adalah sumber tak tergantikan atas kenyamanan spiritual, emosional, mental, dan fisik. Suami istri yang mencintai karena Allah akan selalu bersyukur satu sama lain sehingga Allah menambah kebahagiaan mereka, seperti janji-Nya.
Suami istri yang mencintai karena Allah berkomunikasi dengan pasangannya seperti dengan sahabat, saat saling akur maupun berkonflik. Saat saling akur, mereka menunggu untuk saling bercerita tentang hari mereka, bercanda, tertawa, berbagi ide, menggoda, memuji, dan ketika berkonflik, mereka saling menghormati pendapat masing-masing. Mereka berkomunikasi seperti Nabi Muhammad SAW dengan istri-istrinya.
Setiap pernikahan terdiri dari dua orang yang unik. Itu sebabnya, apa yang efektif untuk satu pasangan mungkin tidak efektif pada pasangan lain, karena suami istri adalah orang-orang yang memiliki preferensi, prioritas, dan keadaan berbeda. Cari tahu kebutuhan primer masing-masing lalu berkomitmenlah untuk saling memenuhinya.
Allah SWT telah menciptakan kita masing-masing untuk berkontribusi dalam banyak cara selama hidup dengan potensi yang ada. Jadilah orang biasa yang memotivasi, mendorong, mendukung, dan membantu pasangan dalam menemukan dan menggunakan potensi mereka sehingga menjadi sumber sukacita dan rahmat bagi dunia. Jangan hentikan pasangan untuk menjadi baik dan penuh kasih kepada orangtuanya, bermanfaat bagi rekan-rekan, dan tidak membuat mereka memutuskan silaturahmi.
Tidak ada pernikahan tanpa konflik. Yang membedakan adalah bagaimana mengelola konflik tersebut hingga tidak berdampak negatif bagi pernikahan. Dari semua cara untuk mengelola dan meminimalkan konflik, cara paling ampuh adalah mengingat bahwa Allah mengawasi setiap gerakan dan ekspresi, bahkan mendengar setiap kata hati. Mengingat hal tersebut selama konflik akan membantu kita menahan diri dan menutup diri dari bisikan setan.
Nabi SAW bersabda:
“Aku jamin rumah di Jannah bagi orang yang mengalah saat berdebat, bahkan jika ia berada di sebelah kanan …” (HR. Abu Dawud)
Jika kita tidak setuju atau terluka dengan apa yang dilakukan atau dikatakan pasangan, hadirkan Allah dalam konflik yang membantu menurunkan tensi kemarahan hingga pikiran menjadi tenang. Kelembutan jauh lebih mungkin untuk membuat pasangan mengerti maksud dari perkataan kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar